Istana Tampak Siring adalah istana yang dibangun setelah
Indonesia merdeka, yang terletak di
Desa Tampaksiring,
Kecamatan Tampaksiring,
Kabupaten Gianyar,
Bali.
Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata
bahasa Bali, yaitu
"tampak" dan
"siring", yang masing-masing bermakna
telapak dan
miring. Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada
daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama
Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu,
Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali jejak telapak kakinya.
Namun demikian, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya, ia dengan sisa kesaktiannya berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun itu yang kemudian bernama
"Tirta Empul" ("air suci").