Jembatan Ampera. Meski kalah dengan Jembatan Suramadu--sepanjang 5.438 meter dan selebar sekitar 30 meter, Jembatan Ampera terbilang fenomenal dan megah pada masanya. Jembatan ini memiliki panjang 1.177 meter dengan lebar 22 meter, serta setinggi 11,5 meter dari atas permukaan air, memang sejak lama menjadi ikon ibu kota Provinsi Sumatra Selatan. Terletak di jantung Kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan Sungai Musi.
Pena sejarah mencatat, ide pembuatan jembatan yang sejatinya telah ada sejak 1906 itu akhirnya disetujui Presiden Soekarno pada 16 September 1960. Proyek pembangunan di era Orde Lama yang terkenal dengan politik mercusuar itu kemudian dimulai April 1962. Adapun biaya pembangunan jembatan diambil dari dana pampasan perang Jepang yang ditaksir kala itu sekitar 2,5 miliar yen. Ternyata, bukan hanya biaya, jembatan kebanggaan warga Palembang maupun Sumatra Selatan ini menggunakan tenaga ahli dari Negeri Matahari Terbit.
Pada mulanya Jembatan Ampera dinamai Jembatan Bung Karno meski banyak warga Palembang lebih suka menyebut jembatan ini dengan Proyek Musi. Ketika masih hidup, budayawan dan sejarawan Palembang Djohan Hanafiah mengungkapkan, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada presiden pertama Indonesia itu. Saat itu, Bung Karno meluluskan keinginan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan yang membelah Sungai Musi.
Akhirnya, peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada 30 September 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, terutama ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu diubah menjadi Jembatan Ampera atau akronim dari Amanat Penderitaan Rakyat.
Hampir empat dekade kemudian, tepatnya pada 2002, ada wacana mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera. Hanya saja, usulan ini tak mendapat dukungan dari pemerintah maupun sebagian masyarakat Palembang atau Sumatra Selatan.
Dahulu, bagian tengah badan jembatan bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat di bawah tidak tersangkut badan jembatan. Namun, sejak 40 tahun silam, kegiatan turun-naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya. Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi.
sumber : http://www.wisatanesia.com/2010/07/jembatan-ampera.html
No comments:
Post a Comment