Ruas jalan beton selebar tujuh meter itu ambles sepanjang 103 meter pada Kamis dinihari pekan lalu. Akibatnya, akses ke dua kawasan sibuk di Jakarta Utara, yakni Ancol dan Tanjung Priok, terganggu.
Untunglah tak ada korban jiwa. Tapi, mengingat fungsi vital jalan itu, kerugian ekonomi tergolong besar. Kementerian Pekerjaan Umum menaksir amblesnya jalan saja sudah menimbulkan kerugian Rp 2,8 miliar. Ini belum menghitung potensi kerugian karena pengguna jalan harus mengambil jalur lain selama jalan belum diperbaiki. Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia memperkirakan potensi kerugian bisa mencapai Rp 100 miliar per bulan.
Ruas jalan ini merupakan bagian dari proyek pembetonan jalan sepanjang 650 meter oleh kontraktor PT Kolam Intan Prima. Nilai proyeknya Rp 11,385 miliar. Menurut rencana, proyek ini baru akan diserahkan ke pemerintah pada 27 September. Artinya, perbaikan jalan masih menjadi tanggung jawab kontraktor.
Pemerintah menyatakan jalan ambles karena abrasi air laut. Infrastruktur itu dibangun 30 tahun lalu, saat abrasi belum seganas sekarang. Beban lalu lintas yang menggunakannya pun tidak diperkirakan seberat sekarang. Itu sebabnya, pembangunan jalan tersebut tidak dilengkapi tiang pancang penguat.
Persoalan abrasi air laut sejatinya bukan hal baru. Maka, memang aneh jika setelah jalan dibangun sekian lama, pemeliharaannya tidak pernah memperhitungkan soal abrasi. Dari sinilah kemudian muncul dugaan ada kelalaian dalam pemeliharaan jalan.
Pemeliharaan jalan nasional merupakan kewajiban pemerintah. Hal itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Dalam Pasal 97 disebutkan, pemeliharaan jalan merupakan prioritas tertinggi dari semua jenis penanganan jalan. Dan pelaksanaan pemeliharaan jalan itu dilakukan dengan memperhatikan keselamatan pengguna jalan (Pasal 98).
Pelapisan dengan beton oleh kontraktor PT Kolam Intan Prima, seperti disampaikan Kementerian Pekerjaan Umum, sebenarnya bagian dari upaya pemeliharaan. Tapi pilihan kebijakan bahwa jalan cukup dilapisi beton, tanpa penguatan konstruksi, patut dipertanyakan. Apalagi kawasan jalan itu sudah diketahui rawan abrasi.
Itu sebabnya, rencana polisi mengusut kemungkinan terjadinya kelalaian dan korupsi di balik peristiwa ini patut didukung. Kemungkinan terjadinya penyimpangan masuk akal karena data Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan pada 2008 anggaran dana pembangunan jalan nasional sebesar Rp 18,4 triliun. Namun, dengan anggaran sebesar itu, toh hanya 49,7 persen jalan dengan kategori jalan nasional berada dalam kondisi baik.
Di luar aspek penyelidikan tersebut, Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta beserta instansi terkait harus segera menemukan solusi darurat guna mengatasi hambatan transportasi akibat amblesnya Jalan Martadinata. Hal ini diperlukan untuk menekan serendah mungkin kerugian yang dialami khalayak.
sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2010/09/22/krn.20100922.212433.id.html
No comments:
Post a Comment