Tuesday, June 21, 2011

Pantai Plengkung / G-Land, Surganya Peselancar

 
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Wisatawan asing menikmati permainan selancar di gulungan ombak Pantai Plengkung yang masuk kawasan konservasi Taman Nasional Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.


Pasangan peselancar Jeremy (35)-Mine (33) sudah mencantumkan jadwal kunjungannya ke Pantai Plengkung, Banyuwangi, Jawa Timur. Selama sepekan, dalam bulan Maret depan, suami-istri asal Queensland, Australia, itu mengincar sensasi Plengkung setelah menjelajahi Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran Sitobondo, Jawa Timur.

Jika turis luar negeri saja tertarik, bagaimana dengan Anda? Jangan mengaku peselancar sejati jika belum pernah menjajal nyali berselancar di pantai yang menghadap Samudra Hindia ini.
Pantai Plengkung tak sekadar elok dipandang mata. Pantai yang juga lazim disebut ”G-land” ini juga menjadi tempat favorit peselancar di dunia. Ombak setinggi 4-5 meter yang datang bersusulan membuat atraksi berselancar (surfing) menjadi lebih menantang. Kepungan hutan juga membuat tempat ini dijuluki ”surga kesunyian”.
Pantas saja Jeremy-Mine tak jemu-jemunya untuk menyambangi tempat ini. Asal tahu saja, kedua turis ini sebetulnya sudah pernah menggunjungi G-land empat tahun silam. Selama ini rupanya mereka memelihara rasa penasaran. Pertengahan Maret memang menjadi salah satu waktu paling tepat untuk melampiaskan hasrat mereka untuk kembali ”bercanda” dengan gulungan ombak Plengkung.
Ombak pantai selatan akan meninggi mulai Maret hingga Oktober. Biasanya mencapai puncak pada bulan purnama yang jatuh di pertengahan bulan.
”Kami ingin merasakan lagi sensasi gulungan ombak bersusulan yang terkenal di G-land. Ombak yang Anda dapatkan bisa sangat tinggi dan itu memanjang hampir setengah kilometer,” kata Mine yang pada Sabtu (19/2) mendaki Gunung Ijen bersama Jeremy, suaminya.
Jeremy juga menyukai sensasi menjelajah hutan dan mengamati perilaku satwa. Empat tahun lalu ia tidak bisa menyaksikan kawanan banteng (Bos javanicus javanicus) yang ada di area pantai Sadengan, Alas Purwo. Kali ini, ia berniat mengulangi lagi kegiatannya, dan berharap hasrat terpendamnya terpenuhi.

Minat khusus
Sudah lama Pantai Plengkung yang berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) menjadi tujuan para wisatawan berminat khusus. Pantai ini apabila dilihat dari citra satelit bentuknya melengkung membentuk huruf G terbalik. Posisi itulah yang membuat ombak setinggi 4-5 meter bisa terbentuk. Para peselancar bisa merasakan sensasi dorongan ombak yang panjang dan susul-menyusul. Dasar pantai G-land, menurut Suharto, Kepala Resor Rawabendo, TNAP, berbentuk landai. Palung hanya ditemukan di sisi barat, yang pernah menjadi lokasi pendaratan kapal. Posisi ini membuat G-land nyaman sebagai tempat surfing. Namun, di balik keelokannya tentu perlu kehati-hatian tersendiri. Pasalnya, karang yang berada di dalam laut bisa melukai peselancar di dalam air.
Setiap tahun tidak kurang dari 400-600 wisatawan asing yang datang untuk berselancar di pantai berpasir putih ini. Di tempat ini mereka bisa menginap selama sepekan, bahkan berbulan-bulan di resor-resor dalam hutan.

Menembus hutan
Pantai Plengkung bisa dicapai lewat jalan darat dari Kota Banyuwangi, atau jalan laut dari Pulau Bali. Perjalanan darat membutuhkan waktu 2-3 jam dari Kota Banyuwangi untuk sampai di gerbang pertama TNAP yang berada di Kecamatan Tegaldlimo.
Sepanjang perjalanan dari gerbang pertama ke pos Rawabendo di wilayah TNAP, di kanan-kiri jalan hanya tampak rerimbunan hutan jati. Akan tetapi, begitu sampai di pos selanjutnya, yakni Pancur, vegetasi hutan hujan tropis pun mulai memberi warna perjalanan ke Pantai Plengkung. Di sini berjejer tumbuhan endemik Alas Purwo. Sebutlah, misalnya, sawo kecik (Manilkara kauki) dan bambu manggong (Gigantochloa manggong).
Di sepanjang perjalanan juga bisa ditemukan tumbuhan seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), keben (Barringtonia asiatica), ketapang (Terminalia cattapa), kepuh (Sterculia foetida), dan berbagai jenis bambu.
Untuk melintas hutan tersebut, pengunjung harus memakai mobil bergardan ganda (double gardan) atau four-wheel drive (4wd) milik TNAP. Mobil tersebut siap mengangkut wisatawan melewati jalur yang belum beraspal, berlumpur dan berbatu dari pos Pancur menuju pintu masuk Pantai Plengkung. Biayanya mencapai Rp 130.000 per mobil, pergi-pulang.
Suasana hutan yang dihiasi dengan kicauan burung dan keanekaragaman tanaman lebih terasa jika Anda duduk di bak mobil jagawana tersebut. Di tempat itu, sudut pandang Anda bisa lebih luas. Jika beruntung Anda akan menemukan babi hutan yang mencari makan di tepi jalan, atau biawak sebesar komodo yang sedang berjemur di dekat sungai. Akan tetapi, Anda harus tahan guncangan akibat jalan tak rata sepanjang 15 kilometer.
Sampai di gerbang Pantai Plengkung, perjalanan pun disambung dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 200 meter menuju pantai. Di titik pemberhentian itu pula pengunjung disambut dengan papan kayu penunjuk lokasi resor, seperti Bobby’s camp atau Joyo’s camp.
Jika perjalanan di darat membutuhkan waktu 4-5 jam, perjalanan lewat laut bisa ditempuh lebih singkat. Dari Kuta di Bali hanya perlu waktu dua jam. Tarif yang ditawarkan mencapai 125 dollar Amerika Serikat (AS) per orang.
Di kawasan Pantai Plengkung, wisatawan biasanya menginap selama sepekan. Mereka bisa menginap di resor bertarif dollar atau wisma milik TNAP yang letaknya agak jauh dari Plengkung, tetapi bertarif rupiah.
Resor-resor di Plengkung semuanya memanfaatkan kesunyian hutan. Hanief, Direktur Bobby’s Camp di G-land, mengatakan bahwa resornya mengoperasikan generator listrik minim suara. Generator itu mampu menerangi resor dan menghidupkan penyejuk udara (AC,) TV kabel, dan air panas. Setiap hari mereka juga memproduksi roti sendiri dan mengolah makanan lokal, seperti ubi rebus dan talas, untuk memenuhi akomodasi dan makanan para peselancar.
Dengan rata-rata 100 dollar AS setiap hari, selama minimal tiga hari, wisatawan bisa menikmati senyapnya hutan, gulungan ombak, lengkap dengan akomodasi hotel berbintang.
Namun, jika ingin lebih irit, Wisma TNAP yang berada di Rawabendo bisa jadi pilihan. Tarif kamarnya hanya Rp 100.000. Warung di area kompleks wisma bisa menjadi pilihan tempat makan, selain pesan makanan dari wisma.
Di tempat inilah Anda bisa mengenyam sensasi lain, yakni, kicauan burung, perilaku hewan, dan gemerisik gesekan dedaunan.
 
 
 
sumber : http://travel.kompas.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...