Makam Pangeran Jayakarta terletak di Jl. Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.
Saya melewati jalan ini hampir setiap hari selama lebih dari lima belas tahun untuk mengantar ketiga anak saya ke LabSchool Rawamangun, dan sampai sekarang masih sering melewati jalan itu jika pergi ke Kelapa Gading, tanpa tahu nama jalannya, sampai minggu yang lalu. Tidak terpikir sama sekali bahwa di sana ada
sebuah makam yang memiliki kedekatan dengan sejarah kota Jakarta, dan memerlukan waktu lebih dari 23 tahun untuk mendapat pencerahan, sejak mulai tinggal di Jakarta. Saya percaya bahwa anda pun pernah atau akan pernah mempunyai pengalaman seperti itu.
Makam ini terletak beberapa meter dari jalan, di dalam suatu bangunan persegi di bawah pohon raksasa yang rindang. Di sana tersedia tempat parkir untuk kendaraan roda dua, namun mobil harus parkir di pinggiran jalan.
Adalah Fatahillah yang merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta paka 22 Juni 1572, setelah mengambil alih kota pelabuhan yang sibuk ini dari kerajaan Pajajaran dan lalu mengalahkan tentara kolonial bangsa Portugis. Fatahillah lalu menyerahkan kepada menantunya, yaitu Tubagus Angke yang berasal dari keluarga bangsawan Banten, untuk memerintah Jayakarta. Pangeran Jayakarta berhasil mengusir Jan Pieterszoon Coen dan tentara VOC-nya dari Jayakarta dalam suatu perselisihan dagang yang bermula pada 1610, namun Coen kembali lagi dengan membawa tentara dari Ambon dan mengalahkan Pangeran Jayakarta pada 1619. Coen lalu merubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Adalah balatentara pendudukan Jepang selama Perang Dunia II yang kemudian merubah namanya menjadi Jakarta.
Ukuran pohonnya sungguh luar biasa besar dan amat menakjubkan bahwa pohon itu masih bisa bertahan dalam lingkungan yang keras seperti Jakarta.
Seorang peziarah terlihat tengah khusuk berdoa di depan makam. Terdapat beberapa makam di dalam bangunan, dan sebuah guci porselen diletakkan di masing-masing makam itu.
Inilah makam Pangeran Jayakarta, yang telah disembunyikan selama lebih dari tiga ratus tahun, karena khawatir akan dihancurkan oleh penguasa Belanda, atas permintaan Pangeran Jayakarta sendiri.
Semoga pohonnya berumur panjang!!
Sebuah pemandangan di dalam masjid As-Salafiyah yang telah berumur 389 tahun, yang juga dikenal sebagai Masjid Pangeran Jayakarta, terletak di samping makam. Masjid ini didirikan pada 1620.
Bedug masjid yang khas, yang dipukul lima kali sehari untuk menandai dimulainya waktu shalat. Jenis bedug yang sama, biasanya dalam ukuran yang lebih kecil juga bisa ditemukan di beberapa kelenteng yang pernah saya kunjungi.
Ada banyak pilihan jalan untuk menuju makam itu. Dari Jl. Pemuda, ambil jalan ke arah Pulo Gadung; lewati lampu merah Arion Plaza; belok ke kanan di lampu merah Tugas ke arah Klender sampai bertemu lampu merah berikutnya; belok ke kanan di lampu merah untuk masuk ke Jl. Jatinegara Kaum. Hanya beberapa meter dari lampu merah, Masjid dan makam akan terlihat di sebelah kanan jalan.
sumber
No comments:
Post a Comment